Rabu, 16 Oktober 2013

Mitologi Tuatha De Danaan dalam Fullmetal Panic!

Ada yang pernah menonton serial anime Fullmetal Panic!? Ya, serial lawas memang, karena kalau tidak salah pertama kali tayang di Jepang sekitar Januari 2002 sampai Juni di tahun yang sama. Tak lama setelah itu, sekitar awal 2003, FMP disiarkan pula di Indonesia melalui stasiun televisi swasta yang kala itu memang dikenal sebagai stasiun tevenya anime. Sayang, sekarang stasiun tersebut telah diakuisisi oleh stasiun televisi tetangganya yang rupanya punya kapital lebih besar dan mengubah konsepnya menjadi tidak jauh berbeda dari stasiun yang sebelumnya ada.


Oke, sudahlah dengan curhat nostalgianya. Kembali ke topik pembicaraan, di artikel ini saya akan membahas tentang Tuatha De Danaan. Di dunia FMP, Tuatha De Danaan adalah nama kapal-selam induk Mithril, sebuah organisasi tentara bayaran (mercenary) yang misi utamanya adalah dalam bidang operasi antiteror. Tuatha De Danaan adalah sebuah kapal selam dengan ukuran yang cukup besar.

Tuatha De Danaan sedang bersandar di dok perbaikan

Nama Tuatha De Danaan adalah nama yang diambil dari nama suatu bangsa atau ras dewa yang dibentuk oleh dewi Danu. Mereka adalah ras dewa dari folklor Irlandia. Anggota penting dari bangsa Tuatha De Danaan adalah Dagda, Brigid, Nuada, Lugh, Dian Cecht, Ogma, dan Lir. Ada beberapa cerita tentang mitos Tuatha De Danaan. Para dewa ini, yang awalnya hidup di kepulauan barat, memiliki keahlian dalam sihir. Mereka bepergian dengan sebuah awan besar menuju daratan yang kini disebut Irlandia dan berdiam di sana.

Tak lama setelah kedatangannya, mereka menaklukkan bangsa Fir Bolg dalam pertempuran Mag Tuireadh pertama. Di pertempuran kedua, mereka bertempur melawan Bangsa Fomoria, semacam ras raksasa penghuni purba daratan Irlandia. Para Tuatha De Danaan bertindak lebih halus kepada Bangsa Fomoria daripada Fir Bolg dengan menghibahkan wilayah Connacht kepada Fomoria. Belakangan, terdapat pula perkawinan antarkedua-ras tersebut.

Para Tuatha De Danaan sendiri akhirnya “diusir” ke dunia bawah oleh orang-orang Milesia, bangsa yang dipimpin oleh raja Spanyol Milesius yang terkenal itu. Mereka masih hidup sebagai makhluk kasat mata dan dikenal sebagai Aes sidhe. Dalam pertempuran yang adil, mereka akan bertempur mendampingi makhluk fana. Ketika mereka bertarung, mereka dipersenjatai oleh tombak dari api berwarna biru dan tameng berwarna putih bersih.

Di cerita yang lain, disebutkan bahwa Tuatha De Danaan adalah keturunan Nemed, pemimpin dari gelombang pertama bangsa pendatang ke tanah Irlandia. Mereka datang dari empat kota di Irlandia utara, yaitu Falias, Gorias, Murias, dan Finias. Dari sana pula mereka mendapatkan kekuatan sihir masing-masing. Menurut Lebor Gabála Érenn (Kitab Kisah Penaklukan), mereka datang ke tanah Irlandia “dengan menggunakan awan gelap” dan “mendarat di pegunungan Conmaicne Rein di Connachta; dan mereka membawa serta kegelapan yang menutupi matahari selama tiga hari tiga malam.” Menurut versi yang lebih muda dari cerita tersebut, mereka datang dengan menggunakan kapal dan berlabuh di pantai daerah Conmaicne Mara (yang sekarang menjadi Connemara). Mereka segera membakar kapal mereka “agar mereka tidak berpikir untuk kembali. Asap dan kabut yang muncul dari pembakaran kapal itu memenuhi tanah dan udara, sehingga disebut pula bahwa mereka datang bersama awan kabut hitam.

Pembacaan mitem dalam legenda Tuatha De Danaan dan hubungannya dengan setting FMP: Semacam semiotika-semiotikaan

Pembaca sekalian tahu semiotika? Yang dulunya pernah kuliah teori sastra, linguistik, atau komunikasi media massa saya rasa pasti pernah setidaknya mendengar istilah itu. Ya, pengertian singkatnya, semiotika adalah ilmu membaca simbol. Asumsinya, dunia ini penuh dengan simbol. Jadi, bukan hanya karya sastra saja, tetapi di mana-mana ada simbol. Meskipun begitu, pada dasarnya penerapan paling awal semiotika memang pada taraf karya-karya literatur dan simbol-simbol kebudayaan.

Berikut ini mungkin bisa dianggap sekadar teori, hipotesis, atau asumsi-asumsi belaka. Tapi setidaknya saya membaca simbol-simbol (berupa mitem) dan menyusunnya menjadi "teori-teorian" itu bukan sekadar baca, tapi menurut sebuah metode yang kata dosen saya dulu dinamai semiotik struktural. Tepatnya, semiotika struktural a la Levi-Strauss. Eh, tunggu, apa bukan hermeneutika ya? Ah, nggak tahu lah, pokoknya semiotika. Huhuhu, semiotikaaaa~!

Bisa jadi Shoji Gatou, penulis novel Fullmetal Panic mengambil nama Tuatha De Danaan dari empat kata kunci: kapal, awan-kabut, magis, dan ras dewa. Kata kunci itu, adalah mitem-mitem yang oposisi binernya (bisa dikatakan, pasangannya paralelnya) terdapat dalam setting cerita Fullmetal Panic.
  1. Tuatha De Danaan di dunia FMP adalah sebuah kapal selam berukuran sangat besar--setara dengan kapasitas kapal induk, merujuk pada legenda yang menyebutkan bahwa Tuatha De Danaan datang dengan kapal.
  2. Tuatha De Danaan memiliki teknologi kamuflase paling maju sehingga dapat bergerak di bawah laut tanpa terdeteksi oleh musuh, merujuk pada mitem kapal dan awan-kabut. 
  3. Lantas, Tuatha De Danaan dan teknologi yang ada di dalamnya dirancang oleh seorang whisper (dan dipimpin oleh Kapten Teletha Testarossa yang juga seorang whisper)--sebutan untuk orang yang memiliki kemampuan supernatural, merujuk pada mitem bahwa Tuatha De Danaan dalam legenda adalah bangsa yang memiliki kekuatan magis.
  4. Terakhir, Tuatha De Danaan membawa salah satu armslave prototipe dengan teknologi paling canggih di dunia FMP saat itu, yaitu ARX-7 Arbalest, dan ARX-8 Laevatein (yang menggantikan ARX-7 setelah hancur oleh AS Belial milik Leonard Testarossa), paduan kemampuan tempur dan aplikasi "teknologi magis" whisper adalah simbolisasi mitem ras dewa (yang memiliki kekuatan magis), dalam legenda Tuatha De Danaan yang asli.


TDD-1: Ansuz

Di novel, disebutkan pula bahwa dalam komunikasi, khususnya komunikasi operasi taktikal, ketika suatu unit berkomunikasi dengan Tuatha De Danaan, biasanya mereka menggunakan nama sandi Ansuz untuk menyebut TDD-1. Nama ini pun berhubungan dengan legenda dewa-dewi Eropa, khususnya dalam folklor Nordik Kuno.

Ansuz* (jamak: ansiwiz*) adalah bentuk Proto-Jermanik rekaan dari istilah Nordik Kuno áss atau óss yang dalam bentuk jamaknya menjadi aesir. Istilah yang setara dalam bahasa Inggris Kuno adalah ōs (jamaknya ese), yang juga merujuk pada salah satu dewa dalam Paganisme Anglo-Saxon. Bahasa Jerman-Tinggi Kunonya adalah ans dengan bentuk jamak ensi. Pembaca yang sering bermain RPG atau video game, film, lagu, atau karya naratif lainnya yang mengangkat tema folklor atau mitologi Nordik tentu pernah dengar kata aesir. Bahasan lebih jauh tentang aesir bisa disimak di sini.

Kata áss atau aesir adalah istilah yang merujuk pada dewa-dewi (panteon) utama dalam sistem kepercayaan tradisional (adat) Jermanik yang dikenal sebagai Paganisme Nordik. Dewa-dewi utama ini adalah Odin, Frigg, Thor, Baldr, Tyr, dan kawan-kawan. Dalam mitologi Nordik, panteon Aesir pernah berperang dengan Vanir dalam Perang Aesir-Vanir. Nantinya, perang tersebut menyatukan kedua panteon.

Dalam tata tulis alfabet rune Futhark Tua, ansuz adalah nama untuk simbol rune ᚨ. Alfabet rune Futhark Muda yang setara dengan ansuz adalah ᚬ, disebut óss, ditransliterasikan sebagai ą.

Referensi:

Monaghan, Patricia. 2004. The Encyclopedia of Celtic Mythology and Folklore. New York: Facts on File, Inc.
Matson, Gienna & Jeremy Roberts. 2010. Celtic Mythology A to Z, Second Edition. New York: Chelsea House Publishing.
http://www.pantheon.org/articles/t/tuatha_de_danann.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Ansuz
http://en.wikipedia.org/wiki/Mithril_(Full_Metal_Panic!)

Catatan kaki:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar