Secara bentuk, klausa dan kalimat sama-sama berupa kelompok kata yang berurutan. Berdasarkan ciri bentuk itu, klausa dan kalimat bahkan bisa mirip dengan frasa. Namun begitu secara struktur, klausa dan kalimat bersifat predikatif, sedangkan frasa tidak predikatif. Artinya, konstruksi kumpulan kata klausa dan kalimat memiliki unsur-unsur yang berfungsi sebagai subjek dan yang berfungsi sebagai predikat. Lain dari itu, frasa tidak memiliki unsur yang berfungsi sebagai subjek maupun predikat karena konstruksi frasa tidak bersifat predikatif.
Dari pembahasan di atas mungkin masih belum jelas, apa batasan klausa dan apa batasan kalimat? Pertama, mari kita tilik definisi dari kalimat menurut Alwi, dkk (2003):
"Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru .... Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda baca lain sepadan dengan jeda."
Sementara itu, jika dilihat dari bentuknya, Alwi, dkk. (2003) menyebut kalimat sebagai sebuah "konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih". Artinya, kalimat berbentuk sebuah kumpulan kata yang terikat dalam kesatuan konstruksi. Karena berupa konstruksi, tentu kalimat memiliki unsur yang lebih kecil. Unsur-unsur yang lebih kecil dan membentuk kalimat bisa kita istilahkan sebagai konstituen. Dari pengertian tersebut pula kita bisa memahami bahwa unsur/konstituen terkecil dari sebuah kalimat adalah kata.
Namun begitu, konstituen kalimat bukan hanya kata. Ada pula konstituen yang juga berupa konstruksi kata + kata yang dikenal sebagai frasa. Lebih besar dari frasa, jika ada kata bertemu dengan kata, frasa bertemu dengan frasa, atau frasa bertemu dengan kata dan pertemuan itu memiliki hubungan predikatif, konstruksi pertemuan itu menjadi sebuah klausa.
Dari sini, kita bisa membuat sebuah skema simpulan bahwa kalimat adalah konstruksi yang lebih besar daripada klausa, dan lebih besar daripada frasa, dan lebih besar daripada kata.
Atau dalam bentuk diagram venn seperti berikut.
Dari diagram itu pula, kita bisa menyimpulkan bahwa di dalam konstruksi frasa, terdapat kata-kata. Di dalam konstruksi klausa, terdapat frasa-frasa atau kata-kata. Sementara di dalam konstruksi kalimat, bisa terdapat klausa-klausa, frasa-frasa, atau kata-kata.
Selanjutnya, mari kita tilik definisi dari klausa dari Kridalaksana (2003): "Satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat." Definisi tersebut menyebutkan klausa memiliki subjek dan predikat sehingga konstruksi klausa bersifat predikatif. Artinya, ketika kita mendapatkan deretan kata yang memiliki hubungan subjek dan predikat, deretan kata tersebut sudah bisa disebut sebagai konstruksi klausa.
Istilah subjek dan predikat sendiri adalah nama fungsi unsur dari kalimat. Fungsi unsur kalimat adalah fungsi-fungsi sintaktis dari bagian-bagian kalimat dalam konstruksi kalimat itu. Selain subjek dan predikat, kita juga mengenal fungsi objek, pelengkap, dan keterangan kalimat. Namun begitu, fungsi unsur yang wajib dan paling dasar untuk membentuk sebuah kalimat lengkap adalah adanya subjek dan predikat. Inilah sebabnya mengapa dikatakan bahwa klausa berpotensi menjadi kalimat seperti disebut Kridalaksana di atas.
Namun begitu, karena konstruksi kalimat lebih besar daripada konstruksi klausa, kita bisa menemukan lebih dari satu klausa di dalam satu kalimat. Ketika kalimat tersebut memiliki lebih dari satu klausa, kita mengenalnya sebagai konstruksi kalimat majemuk. Ketika kalimat tersebut memiliki hanya satu klausa, kita mengenalnya sebagai konstruksi kalimat tunggal.
Di dalam kalimat majemuk, kita kerap menemukan kata penghubung atau konjungtor. Konjungtor atau konjungsi adalah partikel yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf. Hubungan subjek + predikat pada klausa dapat membentuk sebuah gagasan. Jika di dalam kalimat tersebut terdapat dua pasang subjek + predikat, atau dua klausa, berarti ada dua gagasan yang dikemukakan. Agar menjadi sebuah kesatuan gagasan yang bersatu dan berpadu, digunakanlah konjungsi.
Jadi, pada intinya, perbandingan antara klausa dan kalimat bisa disimpulkan seperti berikut.
- Klausa dan kalimat adalah sebuah konstruksi sintaktis, berupa kumpulan kata atau frasa.
- Klausa dan kalimat bersifat predikatif sehingga unsur-unsurnya memiliki hubungan subjek + predikat.
- Dalam bahasa tulis, kalimat diawali dengan huruf kapital dan diakhiri tanda pengakhir kalimat (tanda titik, tanya, atau seru).
- Dalam bahasa tulis, klausa tidak diawali huruf kapital atau tanda pengakhir kalimat.
- Dalam bahasa lisan, kalimat memiliki intonasi lengkap, sedangkan klausa tidak.
- Konstruksi klausa lebih kecil daripada kalimat sehingga satu kalimat bisa terdiri dari satu klausa atau lebih dari satu klausa.
- Karena klausa berupa sebuah konstruksi, hubungan dua klausa dalam satu kalimat dihubungkan dengan kata penghubung (konjungtor).
Kalimat di atas adalah kalimat tunggal karena hanya memiliki satu klausa, atau satu hubungan S + P. Sekarang, perhatikan analisis kalimat selanjutnya.
Kalimat di atas adalah kalimat majemuk karena memiliki lebih dari satu klausa. Ciri lainnya dari kalimat majemuk yang tampak pada kalimat tersebut adalah kehadiran konjungsi antarkalimat yang berfungsi menghubungkan klausa 1 dengan klausa 2.
Demikianlah perbandingan antara klausa dan kalimat. Untuk penjelasan lebih tentang klausa dalam bahasa Indonesia, akan dibahas pada artikel lainnya. Semoga bermanfaat!
Referensi:
Alwi, H., Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., Moeliono, A.M. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
postingan Anda penjelasannya cukup jelas, singkat jelas dan sistematis.
BalasHapus